Menengok Industri Masa Depan dari Kaltara

Ilustrasi potensi PLTS dalam rangka penerapan energi hijau di daerah (Foto by JasaTirta Energi)

JasaTirtaEnergi – Pembangunan kawasan industri hijau memang tak mudah. Selain membutuhkan investasi besar yang tak mungkin hanya dibiayai APBN, pendirian industri yang akan mengolah produk antara dan hilir ini juga memerlukan rencana jangka panjang yang kompleks, konsistensi implementasi, insentif, dan dukungan politik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 21 Desember 2021 lalu menyebut dimulainya pembangunan kawasan industri hijau Indonesia di Tanah Kuning, Bulungan, Kaltara, sebagai “lompatan katak” atau “leap frog” untuk transformasi ekonomi Indonesia.

Kawasan industri hijau di Kaltara rencananya akan memiliki lahan seluas 30.000 hektare dengan sumber energi dari tenaga air dan surya. Selain itu, daya listrik juga akan ditopang menggunakan bahan bakar gas.

Biaya investasi untuk kawasan industri hijau itu disebut-sebut mencapai 132 miliar dolar AS atau setara Rp1.848 triliun untuk seluruh tahapan konstruksi dan komersialisasi sampai delapan tahun ke depan. Proyek itu juga ditargetkan selesai konstruksi pada 2024 dan beroperasi secara bertahap mulai 2023, 2024 hingga 2029.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menceritakan sebenarnya sejak 2015 atau enam tahun lalu, pemerintah sudah memiliki rencana pembangunan kawasan industri hijau itu. Namun tiga tahun berselang atau hingga 2018, tak ada perkembangan pembangunan yang signifikan.

Ternyata, investor untuk pembangunan industri baru mau merealisasikan modalnya jika Kaltara sudah memiliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Sementara, investor PLTA baru mau membangun jika mendapat jaminan pembeli (off taker) listriknya.

Investor, baik PLTA maupun industri, tidak mau bertaruh terlalu besar. Pasalnya, untuk mendirikan PLTA di Kaltara, dibutuhkan investasi sangat besar yakni antara 10-15 miliar dolar AS. Begitu juga dengan biaya investasi untuk pembangunan industri. Sebagai gambaran untuk membangun pelabuhan yang menunjang kebutuhan industri di Kaltara dibutuhkan investasi hingga satu miliar dolar AS.

Tingginya biaya pembangunan pelabuhan itu karena terdapat rekayasa teknis untuk membangun pelabuhan karena karakteristik pesisir di daerah tersebut yang dangkal.

Oleh karena itu, selain kemampuan finansial, Luhut menyebut diperlukan keberanian, kemampuan eksekusi, serta keputusan politik presiden. Indonesia melakukan penjajakan kepada investor dari China, Amerika Serikat hingga Uni Emirat Arab.

“Ada 10 investor besar dari China yang bersama kita hari ini (saat peresmian). Mereka adalah investor yang sudah terbukti memiliki track record investasi yang sangat baik dan telah menanamkan puluhan miliar dolar AS untuk lakukan hilirisasi nikel di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” kata Luhut.

Kemudian, pada Juli 2021, minat investasi ke kawasan tersebut pun kembali datang bertubi-tubi.

Setelah melakukan kajian, pemerintah memastikan dua kriteria industri yang akan diakomodasi di kawasan industri hijau tersebut adalah pertama industri yang bisa memberikan nilai tambah. Kedua, industri tersebut harus bisa menempatkan Indonesia di posisi kunci pada pemanfaatan teknologi ke depan (future industries).

Hal itu agar Indonesia bisa menjadi pemain dalam industri berteknologi. Karena itu, industri baterai yang ada tidak hanya berbasis nikel, tetapi juga nonnikel. Selain itu, dibangun pula pabrik panel surya dan precision engineering manufacturing facilities.

Rencana transformasi ekonomi Indonesia kerap disuarakan Jokowi dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Indonesia melakukan diplomasi di panggung-panggung global.

Selain menjadi salah satu strategi besar bisnis negara, pengembangan energi hijau atau ramah lingkungan juga menjadi salah satu agenda yang diusung Indonesia selama Keketuaan G20 pada 2022. Selain itu, komitmen pembangunan industri energi hijau juga disuarakan Jokowi dalam KTT Para Pihak (COP) Ke-26 di Glasgow, Skotlandia, awal November 2021 lalu.

Sejumlah pelaku industri meyakini kawasan industri hijau di Kaltara dapat mendorong percepatan transformasi ekonomi Indonesia.

“Ini awal dari mimpi besarnya Indonesia untuk mewujudkan kawasan REBID (renewable energy-based industry development) di Indonesia dan ini pun akan menjadi REBID terbesar di dunia juga,” kata Direktur Utama PT Kayan Hydropower Nusantara Antony Lesmana.

Kayan Hydropower Nusantara adalah perusahaan yang akan berinvestasi dengan membangun PLTA)di Sungai Mentarang, Kabupaten Malinau. Perusahaaan tersebut menargetkan dapat memproduksi listrik pertamanya pada 2029.

“Jika dibangun, ini akan menjadi salah satu dam tertinggi di Indonesia dan nomor dua tertinggi di dunia juga. Kita akan menyuplai listrik untuk dari energy green-nya dari renewable energy-nya untuk ke kawasan industri di Tanah Kuning ini melalui PT Kelik,” ujarnya.

Selain Kayan Hydropower Nusantara, perusahaan lainnya PT Adaro Energy Tbk akan membangun industri alumunium yang dapat diolah untuk bahan baku industri otomotif.

“Kami juga berharap nantinya industri otomotif seperti body, sasis, yang membutuhkan alumunium bisa dibuat juga di Kaltara ini. Jadi, sungguh besar harapannya, kami sangat semangat, dan berharap proyek ini sangat sukses,” kata Wakil Presiden Direktur Adaro Energy Ario Rachmat.

Selain sejumlah perusahaan yang berinvestasi, masyarakat sekitar kawasan industri juga antusias dengan adanya pembangunan kawasan industri hijau karena dapat membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi masyarakat sekitar.

“Sangat antusias sekali. Jadi, memang ini dirindu-rindukan masyarakat Kalimantan Utara, apalagi di era reformasi sejak 1999, sangat diharapkan supaya Kaltara bisa lebih maju atau minimal sama dengan rovinsi yang lain. Dengan adanya kawasan industri ini membuka tenaga kerja dan lain sebagainya untuk masyarakat Kalimantan Utara,” kata Datu Yasir Arafat, Ketua Lembaga Adat Kesultanan Bulungan.

Lompatan kemajuan transformasi ekonomi Indonesia dari Kaltara ini diharapkan dapat terus berlanjut pada tahun-tahun ke depan.

Saat ini, Indonesia sudah memiliki daya tarik investasi untuk industri hijau. Hal itu menjadi modal berharga untuk memulai pengembangan industri masa depan tersebut.

Pemerintah perlu terus mengawal implementasi pembangunan industri hijau yang sudah dimulai dengan susah payah. Jika pemerintah konsisten membangun industri hijau sekaligus hilirisasi industri, Indonesia bukan hanya bisa melompat, namun juga berlari kencang ke jalur cepat transformasi ekonomi.

Sumber: Antara

Leave A Comment

At vero eos et accusamus et iusto odio digni goikussimos ducimus qui to bonfo blanditiis praese. Ntium voluum deleniti atque.

Melbourne, Australia
(Sat - Thursday)
(10am - 05 pm)
X